Akhirnya, Alex Noerdin Ditetapkan sebagai Tersangka Pembelian Gas Bumi
Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin saat ditahan Kejaksaan Agung. Foto : Detik.
JAKARTA - Akhirnya, setelah beberapa kali disebut dalam penyelidikan, akhirnya
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Gubernur Sumatera Selatan
(Sumsel) Alex Noerdin sebagai tersangka. Penetapan itu dilakukan Jaksa
Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kamis (16/9/2021).
Penetapan
tersangka mantan Gubernur Sumsel dua periode tersebut, terkait kasus
dugaan korupsi pembelian gas bumi Perusahaan Daerah Pertambangan dan
Energi (PDPDE) Sumsel yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp427
miliar.
Selain Alex Noerdin yang menjabat
gubernur periode 2008-2018, kejaksaan juga menetapkan Muddai Maddang,
mantan komisaris PDPDE Gas, juga sebagai tersangka.
Terkait
kasus ini, penyidikan Jampidsus, sementara ini, sudah menetapkan empat
tersangka. Pekan sebelumnya, tepatnya Kamis (2/9/2021), Jampidsus
menetapkan dua tersangka awal kasus itu yakni Caca Isa Saleh S, selaku
Direktur Utama (Dirut) PDPDE Sumsel, bersama A Yaniarsyah, Direktur PT
Dika Karya Lintas Nusa (DKLN).
Direktur
Penyidikan Jampidsus Supardi membenarkan kabar tentang penetapan Alex
Noerdin, dan Muddai Maddang tersebut. ”Betul,” kata Supardi, Kamis
(16/9/2021).
Sementara itu, Kepala Pusat
Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Ebenezer Simanjuntak
mengatakan usai ditetapkan tersangka maka keduanya yakni Alex Noerdin
dan Muddai Maddang langsung ditahan.
”Kedua
tersangka dinyatakan sehat dan dinyatakan negatif COVID-19, dalam rangka
mempercepat penyidikan Alex Noerdin dilakukan penahanan selama 20
hari," kata Leonard dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta
Selatan, Kamis (16/9/2021).
Alex Noerdin akan
menjalani masa tahanan selama 20 hari. Dia akan ditahan di Rutan Kelas I
Cipinang Cabang Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhitung
sejak 16 September 2021.
"Mulai hari ini 16
September sampai 5 Oktober 2021 Tersangka Alex Noerdin ditahan di Rutan
Kelas I Cipinang Cabang Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi," ujarnya.
Pantauan
di lokasi, Alex ketika keluar Gedung Bundar Kejagung langsung
digelandang menuju mobil tahanan. Alex terlihat mengenakan rompi oranye
bertuliskan tersangka.
Ebenezer pernah
menerangkan, kasus korupsi pembelian gas bumi ini berawal pada 2010
lalu. Bermula dari pemberian alokasi pembelian gas bumi bagian negara
oleh PT Pertamina, Talisman Ltd, Pasific Oil and Gas Ltd, Jambi Merang
(JOB Jambi Merang). Pemprov Sumsel mendapatkan jatah pemberian 15 MMSCFD
atau million standart cubic feet per day.
”Pemberian
tersebut berdasarkan keputusan kepala Badan Pengelola Minyak dan Gas
(BP Migas), atas permintaan Gubernur Sumatera Selatan,” kata Ebenezer.
Dari
keputusan BP Migas tersebut, yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi
bagian negara adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni PDPDE
Sumsel. Akan tetapi, PDPDE dikatakan saat itu, belum punya pengalaman
teknis, maupun pendanaan yang solid.
Kondisi
itu, membawa keputusan lanjutan, dengan menggaet pihak swasta, PT DKLN
sebagai mitra kongsi. Kongsi bisnis tersebut, berujung pada pembentukan
badan hukum baru yakni, PT PDPDE Gas.
Perusahaan
kongsi tersebut, memberikan hak kepemilikan saham kepada PDPDE Sumsel
sebesar 15 persen. Sedangkan DKLN sebesar 85 persen. Komposisi
kepemilikan mayoritas tersebut yang membuat Yaniarsyah berhak juga atas
jabatan Dirut PDPDE Gas. Dari peristiwa tersebut, menurut kejaksaan,
negara dirugikan sepanjang 2010 sampai pembukuan 2019.
”Bahwa akibat dari penyimpangan tersebut, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Ebenezer.
Menurut penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kata Ebenezer lagi, ada dua sumber kerugian negara dalam kasus PDPDE Gas.
Pertama
merugi senilai USD 30,19 juta, atau setara dengan Rp427 miliar
sepanjang 2010-2019 selama perjalanan kongsi bisnis dalam PDPDE Sumsel,
dan DKLN tersebut.
”Kerugian itu berasal dari
hasil penerimaan penjualan gas, dikurangi biaya operasional selama
kurun waktu 2010-2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel,” ujar
Ebenezer.
Nilai kerugian kedua, senilai USD
63,75 ribu atau setara Rp 909 juta, dan Rp 2,1 miliar. ”Kerugian negara
tersebut, merupakan setoran modal yang seharusnya tidak dibayarkan oleh
PDPDE Sumsel kepada PT DKLN,” ujar juga Ebenezer.
Post a Comment